@mastersthesis{eprintuntirta53449,
            note = {Keterbatasan tenaga ahli dan professional di lingkungan LPKA untuk melakukan
pembinaan terhadap ABH sehingga digantikan dengan petugas LPKA untuk
melaksanakan pembinaan ABH menyebabkan tidak maksimalnya pembinaan
pendidikan, pembinaan kepribadian, dan pembinaan kemandirian terhadap ABH,
serta mengakibatkan terjadinya pengulangan tindak pidana oleh ABH yang baru
dibebaskan dari LPKA. Masalah yang dibahas yaitu bagaimana konsep Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dikaitkan dengan masa depan Anak yang
Berkonflik dengan Hukum (ABH), serta bagaimana implementasi pembinaan
terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH) yang telah menjalani
pidana di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Jenis penelitian ini adalah
penelitian hukum normatif.
Kesimpulan: (1) Konsep LPKA dikaitkan dengan masa depan ABH, hingga kini
belum sepenuhnya mempu menjalankan fungsi idealnya sebagai institusi
rehabilitatif dan edukatif. Hal ini disebabkan oleh berbagai keterbatasan
mendasar, antara lain minimnya keterlibatan tenaga ahli professional di bidang
psikologi, pendidikan, dan sosial, serta pendekatan pembinaan yang masih bersifat
monoton dan administratif; (2) Implementasi Pembinaan terhadap Anak yang
Berkonflik dengan Hukum (ABH) yang Telah Menjalani Pidana di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) sejauh ini tidak efektif, hal ini karena adanya
kegagalan yang bersumber pada berbagai persoalan mendasar, terutama minimnya
keterlibatan tenaga ahli professional dalam proses pembinaan.
Saran: (1) Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan RI diharapkan dapat
melakukan kebijakan strategis dengan menempatkan tenaga ahli profesional
secara merata di seluruh LPKA di Indonesia. Keberadaan psikolog anak, konselor
sosial, guru khusus, dan pelatih keterampilan merupakan elemen krusial dalam
membentuk sistem pembinaan yang komprehensif dan responsif terhadap
kebutuhan tumbuh kembang serta pemulihan psikologis ABH; (2) Kementerian
Imigrasi dan Pemasyarakatan yang membawahi Lembaga Pembinaan Khusus
Anak (LPKA) diharapkan dapat melakukan reformulasi kebijakan pembinaan
terhadap ABH secara lebih progresif, komprehensif, dan berorientasi pada
pemulihan anak sebagai individu yang utuh. Kebijakan pembinaan perlu
mengintegrasikan pendekatan pendidikan karakter, intervensi psikososial,
konseling, pemulihan mental, serta pelatihan keterampilan berbasis nilai
kedisiplinan dan kemanusiaan.},
          author = {FITRIAH FITRIAH},
            year = {2025},
           title = {KONSEP PEMBINAAN TERHADAP ANAK YANG
BERKONFLIK DENGAN HUKUM YANG TELAH MENJALANI
PIDANA DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK (LPKA)},
          school = {UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA},
        keywords = {Coaching, Children in Conflict with the Law, Criminal, LPKA.
Pembinaan, Anak yang Berkonflik dengan Hukum, Pidana, LPKA.},
        abstract = {The limited number of experts and professionals in the LPKA environment to
provide guidance to ABH so that they are replaced by LPKA officers to carry out
ABH guidance causes not optimal educational development, personality
development, and independence development for ABH, and results in the
repetition of criminal acts by ABH who have just been released from LPKA. The
problem discussed is how the concept of the Child Special Development
Institution (LPKA) is associated with the future of Children in Conflict with the
Law (ABH), and how the implementation of guidance for Children in Conflict
with the Law (ABH) who have served a sentence at the Child Special
Development Institution (LPKA). This type of research is normative legal
research.
Conclusion: ((1) The concept of LPKA is associated with the future of ABH, until
now it has not been able to fully carry out its ideal function as a rehabilitative and
educative institution. This is due to various fundamental limitations, including the
lack of involvement of professional experts in the fields of psychology, education
and social affairs, as well as a coaching approach that is still monotonous and
administrative in nature; (2) The implementation of coaching for children in
conflict with the law (ABH) who have undergone punishment in the Special
Development Institution for Children (LPKA) has so far been ineffective, this is
due to failures that stem from various fundamental problems, especially the lack
of involvement of professional experts in the coaching process.
Suggestions: (1) The Ministry of Immigration and Corrections is expected to
implement a strategic policy by placing professional experts equally in all LPKA
in Indonesia. The existence of child psychologists, social counselors, special
teachers, and skills trainers is a crucial element in forming a comprehensive
coaching system that is responsive to the needs of growth and development and
psychological recovery of ABH; (2) The Ministry of Immigration and Corrections
in charge of the Child Special Development Institution (LPKA) is expected to
reformulate the coaching policy for ABH in a more progressive, comprehensive,
and oriented towards the recovery of children as whole individuals. The coaching
policy needs to integrate character education approaches, psychosocial
interventions, counseling, mental recovery, and skills training based on
disciplinary and humanitarian values.},
             url = {https://eprints.untirta.ac.id/53449/}
}