%A Ananty Levita %L eprintuntirta51491 %T PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PASANGAN LESBIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2019 ATAS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Analisis Putusan Nomor 1679/Pdt.G/2020/PA Smn) %O Perkawinan merupakan institusi yang sakral dalam hukum Indonesia, yang hanya diakui antara seorang pria dan seorang wanita. Namun, seiring berkembangnya isu hak asasi manusia dan keberadaan kelompok LGBT, muncul fenomena perkawinan sesama jenis yang dilakukan dengan cara-cara tidak sah, seperti pemalsuan identitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dasar hukum pembatalan perkawinan dalam konteks pasangan lesbian serta menelaah pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Pengadilan Agama Sleman Nomor 1679/Pdt.G/2020/PA Smn. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif, serta didukung oleh teori kepastian hukum dan teori pertimbangan hakim. Data diperoleh melalui studi terhadap bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permohonan pembatalan diajukan berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 72 Kompilasi Hukum Islam, namun hakim menolak permohonan tersebut dengan alasan bahwa orientasi seksual tidak termasuk dalam kualifikasi alasan hukum untuk pembatalan perkawinan. Majelis hakim menegaskan bahwa suatu perkawinan tetap dianggap sah selama terpenuhinya rukun dan syarat formal sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Penolakan ini menunjukkan adanya keterbatasan norma dalam merespons dinamika sosial yang berkembang, khususnya terkait penyimpangan orientasi seksual dalam ikatan perkawinan. Pengadilan mempertimbangkan bahwa permohonan tersebut tidak dikabulkan karena menilai bahwa kasus ini lebih tepat untuk dijadikan dasar perceraian, bukan pembatalan perkawinan. %X Marriage is a sacred institution under Indonesian law, recognized only between a man and a woman. However, with the growing discourse on human rights and the presence of LGBT communities, same-sex marriage has emerged as a phenomenon, often conducted through unlawful means such as identity falsification. This study aims to examine the legal basis for marriage annulment in the context of a lesbian partner and to analyze the judicial considerations in the Religious Court Decision Number 1679/Pdt.G/2020/PA Smn. The research employs a normative juridical method with a qualitative approach, supported by the theory of legal certainty and the theory of judicial consideration. Data were collected through the study of primary, secondary, and tertiary legal materials. The findings reveal that the annulment request was based on Article 27 of Law Number 1 of 1974 and Article 72 of the Compilation of Islamic Law. However, the court rejected the petition on the grounds that sexual orientation is not included as a valid legal reason for annulment. The panel of judges emphasized that a marriage is considered valid as long as it fulfills the essential and formal requirements as regulated by law. This rejection highlights the limitations of current legal norms in responding to evolving social dynamics, particularly those involving sexual orientation deviations within marital relationships. The court considered that the petition should not be granted because it viewed the case as more appropriately serving as grounds for divorce, not for annulment of marriage. %D 2025 %K marriage, annulment, Lesbian. Pembatalan, Perkawinan, Lesbian. %I Universitas Sultan Ageng Tirtayasa