@phdthesis{eprintuntirta50910, school = {UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA}, title = {PERSEPSI PELAKU USAHA PERIKANAN TENTANG REGULASI HIU DAN PARI DILINDUNGI DALAM APPENDIKS II CITES DI PROVINSI BANTEN}, author = {Rizqi Aditya Heryansyah}, year = {2025}, note = {Perdagangan internasional ikan hiu dan pari telah menjadi perhatian global dalam beberapa dekade terakhir. Kedua spesies ini, merupakan bagian integral dari ekosistem laut, yang semakin terancam oleh aktivitas manusia seperti penangkapan berlebihan dan perdagangan ilegal. Upaya peningkatan penegakan regulasi perdagangan hiu dan pari masih menghadapi beberapa kekurangan yang perlu dibenahi. Salah satunya adalah kurangnya koordinasi antara berbagai pihak terkait dalam penegakan regulasi, serta kekurangan sumber daya manusia dan teknologi yang memadai untuk melakukan pengawasan secara efektif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi pelaku usaha perikanan tentang hiu dan pari yang dilindungi dalam appendiks II CITES di provinsi Banten yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Binuangeun, Cituis, Karangantu, Kronjo, Labuan, Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Responden adalah pelaku usaha perikanan yang meliputi nelayan dan pengepul di Pelabuhan Perikanan Binuangeun, Cituis, Karangantu, Kronjo, Labuan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan kuesioner. Hasil penelitian menujukan tingkat pemahaman pelaku usaha perikanan terhadap regulasi CITES belum efektif. Pelanggaran terhadap larangan penangkapan hiu juvenil, kewajiban pendaratan utuh, dan pelaporan hasil tangkapan sampingan masih terjadi akibat lemahnya pengawasan dan penegakan sanksi. Tingkat pemahaman pelaku usaha terhadap regulasi CITES dan hukum perikanan tergolong rendah. Survei menunjukan indeks pemahaman spesies dilindungi sebesar 4,1\% (sangat kurang) dan pemahaman hukum sebesar 3\% (sangat kurang). Minimnya sosialisasi oleh instansi berwenang menjadi salah satu faktor kendala. Dampak kebijakan terhadap perekonomian pelaku usaha juga tidak signifikan, dengan indeks pengaruh sebesar 1,89\% (tidak berpengaruh). Hasil tersebut dapat disebabkan karena lemahnya koordinasi antar instansi, kurangnya data komprehensif mengenai hiu dan pari dapat menghambat pengawasan spesies ikan hiu dan pari yang masuk kedalam appendik CITES.}, keywords = {fishery actors, CITES, sharks, rays, pelaku usaha perikanan, CITES, hiu, pari,}, url = {https://eprints.untirta.ac.id/50910/}, abstract = {International trade in sharks and rays has become a global concern in recent decades. These species, integral to marine ecosystems, face increasing threats from human activities such as overfishing and illegal trade. Efforts to strengthen the enforcement of regulations governing shark and ray trade still exhibit significant deficiencies requiring remediation. Key shortcomings include a lack of coordination among relevant stakeholders in enforcing regulations, coupled with insufficient human resources and adequate technology for effective surveillance. This study aims to analyze the perceptions of fishery actors regarding sharks and rays listed under CITES appendix II that are landed at the fishing ports of Binuangeun, Cituis, Karangantu, Kronjo, and Labuan in Banten province. Sampling was conducted using a purposive sampling technique. Respondents comprised fishery actors, including fishers and traders operating at the aforementioned fishing ports. Data collection employed observation, interviews, and questionnaires. The results indicate that the level of understanding among fishery actors regarding CITES regulations is ineffective. Violations, including the prohibition on catching juvenile sharks, the requirement for whole landings, and the reporting of bycatch, persist due to weak surveillance and enforcement of sanctions. The level of comprehension of CITES regulations and fisheries law among actors is categorically low. The survey revealed an understanding index of protected species at only 4.1\% (very poor) and an understanding of legal requirements at 3\% (very poor). The minimal socialization efforts by competent authorities constitute a significant constraining factor. The policy's impact on the economic well-being of the actors was determined to be insignificant, reflected by an impact index of 1.89\% (indicating no influence). These findings can be attributed to weak interagency coordination and the lack of comprehensive data on sharks and rays, which hinders the monitoring of these CITES-listed species.} }