%0 Thesis
%9 S1
%A Sudarya, Iren
%A UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA,
%A FAKULTAS HUKUM,
%A ILMU HUKUM,
%B Ilmu Hukum
%D 2025
%F eprintuntirta:49533
%I Untirta Sultan Ageng Tirtayasa
%K Constitutionality, Threshold, Political Parties, Regional elections  Konstitusionalitas, Ambang Batas, Parpol, Pilkada
%P 144
%T KONSTITUSIONALITAS AMBANG BATAS   PEROLEHAN SUARA PARTAI POLITIK SEBAGAI   SYARAT PENCALONAN GUBERNUR, BUPATI, DAN   WALIKOTA PASCA PUTUSAN MK NO 60/PUU-XXII/2024
%U https://eprints.untirta.ac.id/49533/
%X The regulation of the threshold for political party votes as a requirement for regional head nominations in Article 40 paragraph (3) of Law No. 10 of 2016 concerning the Election of Governors, Regents, and Mayors is declared contradictory and has no binding legal force. In Decision No. 60/PUU-XXII/2024, the Constitutional Court included specific figures for the percentage of the regional head elections threshold from the Political Party route which was adjusted to the nomination from the individual route. This decision raises problems, especially related to the parameters used by the Constitutional Court to test the constitutionality of the a quo article, because it is considered an open legal policy. The logical consequence of this rule of play requires that the judicial institution, namely the Constitutional Court, not be involved too much in judicial activism cases. The presence of Constitutional Court Decision No. 60/PUU-XXII/2024 also needs to be tested in order to measure the extent to which the decision is able to achieve the desired substantial goals.    This study uses a normative legal method with a statutory approach and a conceptual approach. The analysis was conducted by referring to the constitutional theory and the theory of the right to be elected and to elect. The results of the study show that: First, the Constitutional Court Decision No. 60/PUU-XXII/2024 is constitutional. This can be proven from the judge's considerations which emphasize several Articles in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia as the basis for reference. However, its implementation is inseparable from the potential for long-term negative impacts, especially related to the reduced space for the legislative body to reformulate the legal provisions of the threshold. The second analysis states that the Constitutional Court Decision No. 60/PUU-XXII/2024 is relevant to the implementation of local democracy but does not necessarily increase the preference for candidate leaders in the regions. This is due to the political aspects that influence it. The opening of nomination requirements through Regional Representative Council members or a combination of members and/or Regional Representative Council candidate members participating in the Election or the elimination of threshold requirements in the nomination of regional heads are efforts that can be taken to realize inclusive and democratic regional head elections
%Z Pengaturan ambang batas perolehan suara partai politik sebagai syarat pencalonan  kepala daerah pada Pasal 40 ayat (3) UU No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan  Gubernur Bupati, dan Walikota dinyatakan bertentangan dan tidak mempunyai  kekuatan hukum mengikat. Dalam Putusan No 60/PUU-XXII/2024, MK  melakukan pencantuman angka secara spesifik terhadap presentase ambang batas  Pilkada dari jalur Parpol yang disesuaikan dengan pencalonan dari jalur  perseorangan. Putusan tersebut menimbulkan permasalahan terutama berkaitan  dengan parameter yang digunakan oleh MK untuk menguji konstitusionalitas pasal  a quo, sebab dianggap sebagai kebijakan hukum terbuka (open legal policy).  Konsekuensi logis dari aturan main tersebut menghendaki agar lembaga peradilan  yaitu MK seharusnya tidak dilibatkan terlalu jauh pada perkara judicial activism.  Hadirnya Putusan MK No 60/PUU-XXII/2024 juga perlu diuji guna menakar  sejauh mana putusan mampu mencapai tujuan substansial yang dikehendaki.  Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan  perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Analisis dilakukan dengan  merujuk pada teori konstitusi dan teori hak untuk dipilih dan memilih. Hasil  penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, Putusan MK No 60/PUU-XXII/2024  bersifat konstitusional. Hal tersebut dapat dibuktikan dari pertimbangan hakim  yang menekankan beberapa Pasal dalam UUD NRI 1945 sebagai dasar rujukannya.  Namun, implementasinya tidak lepas dari potensi timbulnya dampak negatif yang  bersifat jangka panjang, khususnya berkaitan dengan berkurangnya ruang gerak  badan legislasi dalam mereformulasi ketentuan hukum ambang batas. Analisis  kedua menyatakan bahwa Putusan MK No 60/PUU-XXII/2024 memiliki relevansi  dengan penyelenggaraan demokrasi lokal namun tidak serta merta meningkatkan  preferensi pilihan calon pemimpin di daerah. Hal ini disebabkan oleh aspek politik  yang mempengaruhinya. Terbukanya syarat pencalonan melalui anggota DPD atau  gabungan anggota dan/atau calon anggota DPD peserta Pemliu atau dihapuskannya  syarat ambang batas dalam pencalonan kepala daerah merupakan upaya yang dapat  ditempuh untuk mewujudkan Pilkada inklusif dan demokratis.