TY - THES N1 - Indonesia telah mengakui hak penyandang disabilitas melalui UU Disabilitas dan UU Pemilu. Namun, praktiknya masih terdapat regulasi yang menghambat partisipasi penuh penyandang disabilitas dalam politik, terutama dalam pencalonan sebagai eksekutif maupun legislatif. Hambatan utama terletak pada persyaratan "mampu secara jasmani dan rohani" tanpa penjelasan detail bagi penyandang disabilitas. Implementasi hak ini juga menghadapi tantangan terkait ketidakjelasan persyaratan oleh KPU, yang menyebabkan ketidakpastian hukum dan berpotensi menghalangi penyandang disabilitas meskipun memenuhi syarat lainnya. Identifikasi masalah penelitian ini adalah: Pertama, Bagaimana implementasi hak dipilih bagi penyandang disabilitas ditinjau UU Nomor 7 Tahun 2017? Kedua, Bagaimana kriteria mampu melaksanakan tugas sebagai syarat calon presiden dan wakil presiden, calon anggota DPR, calon anggota DPD, dan calon anggota DPRD bagi penyandang disabilitas? Teori yang digunakan untuk penelitian ini yaitu Teori HAM dan Teori Disabilitas. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan yuridis empiris dengan jenis penelitian deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan data melalui studi pustaka, studi komparatif, dan penelitian lapangan, dianalisis secara kualitatif normatif. Hasil penelitian yang didapat Pertama, Penilaian kesehatan bagi calon presiden dan wapres di Indonesia masih menyisakan ketidakpastian hukum yang dapat menghambat hak penyandang disabilitas untuk maju dalam pemilu. Kedua, bermacam perspektif mengenai kriteria mampu harus diakomodir sebaik mungkin agar tidak merugikan disabilitas karena faktanya banyak disabilitas yang kompeten untuk menjadi pemimpin. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini Pertama, implementasi hak dipilih bagi penyandang disabilitas berdasarkan UU Pemilu secara normatif memang sudah diberikan oleh negara tetapi pengaturannya tidak spesifik bagi penyandang disabilitas yang dalam menjadi kontestan Pemilu sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Kedua, keriteria mampu yang peneliti peroleh ialah penyandang disabilitas yang mencalonkan atau dicalonkan dalam Pemilu harus memiliki kesehatan rohani dan mengenai derajat disabilitas fisik dapat mengacu pada derajat 1 dan 2 pada derajat kecacatan Permenkes. Saran yang diberikan penulis untuk penelitian ini yaitu Pengaturan mengenai teknis pencalonan terkait kriteria mampu bagi penyandang disabilitas harus diatur lebih detail dan dilakukannya sinkronisasi antar peraturan serta mengakomodasi perspektif lain sebagai pertimbangan serta perlu adanya penyuaraan terhadap hak disabilitas. Y1 - 2025/// EP - 152 AV - restricted UR - https://eprints.untirta.ac.id/49467/ M1 - sarjana A1 - SARI, TIARA TRI INDAH KW - Disabilities KW - Election KW - human rights Disabilitas KW - Pemilu KW - Hak Asasi Manusia TI - IMPLEMENTASI HAK DIPILIH BAGI PENYANDANG DISABILITAS DITINJAU DARI UU NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILU PB - Universitas Sultan Ageng Tirtyasasa ID - eprintuntirta49467 N2 - Indonesia has recognized the rights of persons with disabilities through the Disability Law and the Election Law. However, in practice, there are still regulations that hinder the full participation of persons with disabilities in politics, particularly in candidacy for executive and legislative positions. The main obstacle lies in the requirement of "being physically and mentally capable," without clear explanations for persons with disabilities. The implementation of this right also faces challenges due to the unclear requirements set by the General Election Commission (KPU), which causes legal uncertainty and may prevent persons with disabilities from running for office, even if they meet other criteria. The research problems identified are: First, how is the implementation of the right to be elected for persons with disabilities reviewed in Law No. 7 of 2017? Second, what are the criteria for the ability to perform duties as a requirement for presidential and vice-presidential candidates, members of the People's Representative Council (DPR), members of the Regional Representative Council (DPD), and members of the Regional People's Representative Council (DPRD) for persons with disabilities? This research uses Human Rights Theory and Disability Theory. The method employed is normative legal research and empirical legal research, with a descriptive-analytical approach. Data sources are secondary, consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials. Data collection techniques include literature studies, comparative studies, and field research, analyzed qualitatively and normatively. The findings show that first, the implementation of the right to be elected for persons with disabilities under the Election Law has been normatively granted by the state. However, its regulation does not specifically address persons with disabilities as election contestants, leading to legal uncertainty. Second, the criteria for eligibility found in this research indicate that persons with disabilities who run for or are nominated in elections must have sound mental health, while the degree of physical disability can refer to degrees 1 and 2 of the disability classification under the Ministry of Health Regulation. Second, various perspectives on the ability criteria must be accommodated to ensure persons with disabilities are not disadvantaged, as many are competent leaders. The conclusion of this research is that political rights for persons with disabilities, particularly the right to be elected, still face barriers, including the stigma of "inability." It is necessary to address various perspectives in evaluating ability and for the government to show good faith in fulfilling the electoral rights of persons with disabilities. The recommendations include more detailed regulations on candidacy criteria for persons with disabilities, synchronization of regulations, and incorporating diverse perspectives to ensure their rights are voiced and respected. ER -