%0 Thesis
%9 S1
%A Andiyani, Neng Dian
%A Universitas Sultan Ageng Tirtayasa,
%A Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
%A Ilmu Komunikasi,
%B Ilmu Komunikasi
%D 2025
%F eprintuntirta:49197
%I Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
%K Silent treatment, long-distance relationships, interpersonal communication, attribution theory, couple conflict.  Silent treatment, hubungan jarak jauh, komunikasi antarpribadi, teori atribusi, konflik pasangan.
%P 181
%T SILENT TREATMENT DALAM SITUASI KONFLIK  PADA PASANGAN LONG DISTANCE RELATIONSHIP  (STUDI KASUS MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI UNTIRTA 2018)
%U https://eprints.untirta.ac.id/49197/
%X This study explores the phenomenon of silent treatment as a response to conflict in   long-distance relationships among Communication Science students at Sultan   Ageng Tirtayasa University, Class of 2018. Interpersonal communication, as a   crucial part of social interaction, plays a central role in resolving conflicts.   However, many students prefer silent treatment despite having adequate academic   backgrounds to communicate effectively. This study employs Heider's (1958) and   Kelley's (1967) attribution theories to analyze the motives, intentions, and   behavioral patterns of silent treatment based on the dimensions of distinctiveness,   consensus, and consistency. The findings reveal that silent treatment is influenced   by internal factors, such as the emotional characteristics of the individual, and   external factors, including situational pressures like distance, meeting intensity,   and differing schedules. Low distinctiveness was observed in informants who   consistently used silent treatment, whereas high distinctiveness appeared among   those who employed this strategy only in specific situations. Consensus varied;   some informants perceived silent treatment as a common behavior, while others   considered it a deviation. In terms of consistency, most couples exhibited stable   patterns of using silent treatment to avoid conflict escalation. This study concludes   that silent treatment serves as an adaptive strategy frequently used in long-distance   relationships, although it has negative impacts, such as increasing anxiety and   reducing relationship satisfaction. These findings are expected to provide insights   for LDR couples to manage conflicts more constructively.
%Z Penelitian ini membahas fenomena silent treatment sebagai bentuk respons   terhadap konflik dalam hubungan jarak jauh (long distance relationship) di   kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa   angkatan 2018. Komunikasi antarpribadi, sebagai bagian penting dalam interaksi   sosial, memiliki peran sentral dalam menyelesaikan konflik. Namun, banyak   mahasiswa yang lebih memilih silent treatment meskipun memiliki latar belakang   akademik yang memadai untuk berkomunikasi secara efektif. Penelitian ini   menggunakan teori atribusi Heider (1958) dan Kelley (1967) untuk menganalisis   motif, maksud, dan pola perilaku silent treatment berdasarkan dimensi kekhasan,   konsensus, dan konsistensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa silent treatment   dipengaruhi oleh faktor internal seperti karakter emosional pelaku dan faktor   eksternal seperti tekanan situasional, termasuk jarak, intensitas pertemuan, dan   perbedaan kesibukan. Kekhasan rendah terlihat pada informan yang konsisten   menggunakan silent treatment, sedangkan kekhasan tinggi muncul pada mereka   yang hanya menggunakan strategi ini dalam situasi tertentu. Konsensus bervariasi;   beberapa informan melihat silent treatment sebagai perilaku umum, sementara yang   lain menganggapnya sebagai penyimpangan. Dari sisi konsistensi, mayoritas   pasangan menunjukkan pola yang tetap dalam menggunakan silent treatment untuk   menghindari eskalasi konflik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa silent treatment   menjadi strategi adaptif yang sering digunakan dalam hubungan jarak jauh,   meskipun memiliki dampak negatif seperti meningkatkan kecemasan dan   menurunkan kepuasan hubungan. Temuan ini diharapkan memberikan wawasan   bagi pasangan LDR dalam mengelola konflik secara lebih konstruktif.