%X ABSTRAK TINJAUAN HUKUM PIDANA ATAS SISTEM PERADILAN PIDANA DALAM MELINDUNGI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL DI LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN Kejahatan kekerasan seksual adalah kejahatan serius (felony) yang sering sekali terjadi di lembaga pendidikan, namun implementasi Undang-undang tindak pidana kekerasan seksual juga terhambat karena belum semua aparat penegak hukum paham undang-undang ini seperti sistem peradilan pidana yang tidak dijalankan sebagaimana mestinya, serta memberikan dilema berat bagi para penegak hukum dalam memberikan keputusan tepat sesuai fakta dan tinjauan hukum. Identifikasi masalah pada penelitian ini adalah 1) Bagaimana sistem peradilan pidana dalam melindungi korban pada penyelesaian perkara kekerasan seksual sebagaimana dikaitkan dengan Undang-undang No.12 Tahun 2022; dan 2) Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus perkara kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren; Metode penelitian menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan kasus. Penelitian ini menemukan bahwa sistem peradilan pidana tidak dijalankan sebagaimana mestinya menurut undang-undang tindak pidana kekerasan seksual dan pertimbangan hakim yang kurang tepat dalam menentukan pasal, hukuman yang terlalu ringan dan kurang adil bagi korban. Penelitian ini menyimpulkan bahwa 1) Sistem peradilan pidana berhubungan erat sekali dengan peraturan perundang-undangan pidana namun sekalipun secara lengkap undang-undang tersebut mengaturnya, bahwa sistem peradilan pidana yaitu integrated criminal justice system dari mulai penyidik sampai pelaksanaan putusannya tersebut, bahwa kasus kekerasan seksual dalam prosesi persidangannya harus dilakukan secara tertutup, Apabila dalam proses bercara yang sudah di atur oleh KUHAP bahwa sidang dalam perkara asusila secara tertutup dan juga peraturan khusus lainnya seperti Undang-undang No 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual terutama pada pasal Pasal 59 ayat 2 bahwa dalam menyebutkan identitas korban tidak boleh disebutkan dimana tidak dilaksanan dengan sebagaimana mestinya ini bisa berakibatkan pelanggaran terhadap pasal dan bisa batal putusan tersebut. Bahwa dalam hal melindungi korban makan sistem peradilan pidananya yaitu due process of model sebagaima prinsip sistem peradilan pidana Due Process Model untuk melindungi masyarakat dalam hal ini melindungi korban yang berkaitan dengan hak asasi manusia. 2) Pertimbangan hakim dalam memutus perkara kekerasan seksual sebagaimana perkara kekerasan seksual di lingkungan Pondok Pesantren, dengan pertimbangan hakim menyatakan bahwa benar terdakwa memasukkan alat kelaminnya ke alat kelamin saksi korban, Hakim dalam menerpakan Pasal adanya kekeliruan yakni dakwaan yang didakwakan oleh Penuntut Umum dengan dakwaan alternatif kepada terdakwa, sehingga hakim memutus terdakwa telah terbukti bersalah melanggar Pasal 289 KUHP mengenai Pencabulan. Selain itu Hakim keliru dalam mempertimbangkan fakta hukum yang menunjukan bahwa terdakwa sebenernya telah bersalah melakukan perbuatan yang diatur dalam Pasal 285 KUHP mengenai Pemerkosaan, Selain penerapan pasal yang tidak sesuai majelis hakim memutuskan dengan sanksi pidana selama 7 tahun. Dalam teori keadilan yang memiliki arti bahwa keadilan merupakan tujuan hukum yang hendak dicapai, namun tujuan hukum bukan hanya keadilan tetapi juga untuk kepastian hukum dan kemanfaatan. Kata Kunci : Sistem Peradilan Pidana, Perlindungan Hukum, Kekerasan Seksual. %I Universitas Sultan Ageng Tirtayasa %A Maghfirah Ayuni %D 2024 %O Kejahatan kekerasan seksual adalah kejahatan serius (felony) yang sering sekali terjadi di lembaga pendidikan, namun implementasi Undang-undang tindak pidana kekerasan seksual juga terhambat karena belum semua aparat penegak hukum paham undang-undang ini seperti sistem peradilan pidana yang tidak dijalankan sebagaimana mestinya, serta memberikan dilema berat bagi para penegak hukum dalam memberikan keputusan tepat sesuai fakta dan tinjauan hukum. Identifikasi masalah pada penelitian ini adalah 1) Bagaimana sistem peradilan pidana dalam melindungi korban pada penyelesaian perkara kekerasan seksual sebagaimana dikaitkan dengan Undang-undang No.12 Tahun 2022; dan 2) Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus perkara kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren; Metode penelitian menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan kasus. Penelitian ini menemukan bahwa sistem peradilan pidana tidak dijalankan sebagaimana mestinya menurut undangundang tindak pidana kekerasan seksual dan pertimbangan hakim yang kurang tepat dalam menentukan pasal, hukuman yang terlalu ringan dan kurang adil bagi korban. Penelitian ini menyimpulkan bahwa 1) Sistem peradilan pidana berhubungan erat sekali dengan peraturan perundang-undangan pidana namun sekalipun secara lengkap undang-undang tersebut mengaturnya, bahwa sistem peradilan pidana yaitu integrated criminal justice system dari mulai penyidik sampai pelaksanaan putusannya tersebut, bahwa kasus kekerasan seksual dalam prosesi persidangannya harus dilakukan secara tertutup, Apabila dalam proses bercara yang sudah di atur oleh KUHAP bahwa sidang dalam perkara asusila secara tertutup dan juga peraturan khusus lainnya seperti Undang-undang No 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual terutama pada pasal Pasal 59 ayat 2 bahwa dalam menyebutkan identitas korban tidak boleh disebutkan dimana tidak dilaksanan dengan sebagaimana mestinya ini bisa berakibatkan pelanggaran terhadap pasal dan bisa batal putusan tersebut. Bahwa dalam hal melindungi korban makan sistem peradilan pidananya yaitu due process of model sebagaima prinsip sistem peradilan pidana Due Process Model untuk melindungi masyarakat dalam hal ini melindungi korban yang berkaitan dengan hak asasi manusia. 2) Pertimbangan hakim dalam memutus perkara kekerasan seksual sebagaimana perkara kekerasan seksual di lingkungan Pondok Pesantren, dengan pertimbangan hakim menyatakan bahwa benar terdakwa memasukkan alat kelaminnya ke alat kelamin saksi korban, Hakim dalam menerpakan Pasal adanya kekeliruan yakni dakwaan yang didakwakan oleh Penuntut Umum dengan dakwaan alternatif kepada terdakwa, sehingga hakim memutus terdakwa telah terbukti bersalah melanggar Pasal 289 KUHP mengenai Pencabulan. Selain itu Hakim keliru dalam mempertimbangkan fakta hukum yang menunjukan bahwa terdakwa sebenernya telah bersalah melakukan perbuatan yang diatur dalam Pasal 285 KUHP mengenai Pemerkosaan, Selain penerapan pasal yang tidak sesuai majelis hakim memutuskan dengan sanksi pidana selama 7 tahun. Dalam teori keadilan yang memiliki arti bahwa keadilan merupakan tujuan hukum yang hendak dicapai, namun tujuan hukum bukan hanya keadilan tetapi juga untuk kepastian hukum dan kemanfaatan. %L eprintuntirta46559 %K Criminal Justice System, Legal Protection, Sexual Violence. Sistem Peradilan Pidana, Perlindungan Hukum, Kekerasan Seksual. %T TINJAUAN HUKUM PIDANA ATAS SISTEM PERADILAN PIDANA DALAM MELINDUNGI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL DI LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN