Search for collections on EPrints Repository UNTIRTA

PENENTUAN NILAI KECERNAAN ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes) TERFERMENTASI OLEH BEBERAPA JENIS KAPANG PADA IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus)

NINGRUM PRATIWI, NADYA (2014) PENENTUAN NILAI KECERNAAN ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes) TERFERMENTASI OLEH BEBERAPA JENIS KAPANG PADA IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus). S1 thesis, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

[img] Text
Penentuan nilai kecernaan eceng gondok.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (4MB)

Abstract

ABSTRACT NADYA NINGRUM PRATIWI. 2014. Determination of Water Hyacinth (Eichhornia crassipes) Digestibility Value Fermented by Some Types Mold In Catfish (Pangasius hypophthalmus) Supervised by MUSTAHAL, ACHMAD NOERKHAERIN PUTRA, and REZA SAMSUDIN. The research was coducted to evaluate the digestibility of fermented water hyacinth using varians of mould in pangasid catfish. Eighteen aquarium was used in this research. The aquarium were equipped with relation and aeration sistem. Pangasid catfish with initial body weight 10.33±0.01 g/fish was used, the stocking density about 25 fish/aquarium. The formation for test diet consists of 70% reference diet and 30% ingredient test (water hyacinth meal). Four types of mould; Trichoderma reesei, Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Aspergillus niger and it consorsium were used in this research. The result showed that fermented water hyacinth with Trichoderma reesei gave the highest value for protein and total digestibility compound with the control. The protein and crude fiber digestibility 79.26±0.68% and 69.34 ± 0.82% respectively. The fermentation using Aspergillus niger give the highest for energy digestibility 74.49±0.34%. And for the value of the total digestibility of 67.50±0.40% is the highest value obtained in the control treatment. Provision of water hyacinth by the mould Trichoderma reesei fermented in effect on the digestibility of feed on pangasid catfish (Pangasius hypophthalmus). . Keywords: Water hyacinth, Mould, Pangasius hypophthalmus.

Item Type: Thesis (S1)
Contributors:
ContributionContributorsNIP/NIM
Thesis advisorMustahal, Mustahal195903011984031001
Thesis advisorNP, Achmad198512022010121006
Thesis advisorSamsudin, Reza198101272005021002
Additional Information: RINGKASAN NADYA NINGRUM PRATIWI. 2014. Penentuan Nilai Kecernaan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Terfermentasi oleh Beberapa Jenis Kapang Pada Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Dibimbing oleh MUSTAHAL, ACHMAD NOERKHAERIN PUTRA, dan REZA SAMSUDIN. Ikan patin (Pangasius sp.) merupakan ikan air tawar dari kelompok catfish dan termasuk ke dalam famili Pangasidae. Ikan ini bersifat karnivora dan hidup diperairan umum yang beriklim tropis dan ikan patin sudah dapat dibudidayakan (Susanto dan Amri 1997). Keberhasilan budidaya tersebut sebaiknya didukung dengan pemberian pakan (Kharisma 2009). Beberapa tanaman air dan limbah organik pasar merupakan sumber protein nabati dan memenuhi syarat untuk digunakan sebagai kandidat bahan baku pakan ikan (Soerjani 1978 diacu dalam Sunarno 2012). Salah satu tanaman air yang murah dan mudah didapat untuk dijadikan sebagai bahan baku pakan ikan adalah eceng gondok. Eceng gondok sebagai bahan pakan ikan penggunaanya sangat terbatas, karena bahan ini memiliki kandungan serat kasar yang cukup tinggi. Salah satu usaha untuk mengatasi tingginya kandungan serat kasar dalam eceng gondok dengan cara fermentasi. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan-kandungan bahan pangan tersebut (Winarno dan Fardiaz 1980). Mahmilia (2004) melaporkan bahwa fermentasi eceng gondok menggunakan kapang jenis Trichoderma harzianum ini mampu meningkatkan nilai gizi yang terkandung dalam eceng gondok. Protein kasar meningkat sebesar 61,81%, dan serat kasar turun 18%. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi nilai kecernaan eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang terfermentasi oleh beberapa jenis kapang berbeda pada ikan patin (Pangasius hypophthalmus). Percobaan ini dilaksanakan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) pada bulan April sampai dengan bulan Agustus 2013. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah pakan dengan bahan baku tepung eceng gondok, ikan patin dengan bobot individu 10,33±0,01 gram dan padat tebar 25 ekor/akuarium. Wadah yang digunakan adalah akuarium berukuran 60x50x40 cm 3 sebanyak 18 buah. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Kontrol, Rhizopus oligosporus, Trichoderma reesei, Rhizopus oryzae, Aspergillus niger dan konsorsium kapang. Pengukuran tingkat kecernaan menggunakan metode tidak langsung yaitu dengan menambahkan indikator dalam pakan berupa chromium oxide (Cr 2 O ). Uji kecernaan bahan dilakukan berdasarkan metode yang dikemukakan oleh Takeuchi (1988), yaitu pakan uji (test diet) yang terdiri dari 3 70% pakan acuan dan 30% bahan yang akan diuji. Ikan diadaptasi selama tujuh hari dengan diberi pakan uji. Pada hari ke 8 feses mulai dikumpulkan (Indariyanti 2011). Pengumpulan feses dilakukan dengan penyiponan sesaat setelah dikeluarkan ikan. Kemudian feses ditampung dalam botol film dan disimpan dalam lemari pendingin (Indariyanti 2011). Hasil penelitian menujukkan bahwa nilai kecernaan tertinggi terdapat pada perlakuan fermentasi menggunakan T. reesei yaitu sebesar 79,26±0,68%, sedangkan nilai kecernaan protein terendah terdapat pada perlakuan tepung eceng gondok tanpa fermentasi (kontrol) sebesar 69,34±0,82%. Protein di sebagian besar bahan pakan yang telah diolah dengan benar sangat mudah dicerna untuk ikan (NRC 1993). Kapang diketahui memiliki kemampuan menguraikan protein (Slaughter 1988 diacu dalam Gandjar dan Sjamsuridzal 2006). Kapang mensekresikan enzim protease ke lingkungan untuk menguraikan protein menjadi asam-asam amino, selanjutnya hasil penguraian diangkut ke dalam sel menggunakan sistem transpor (Gandjar dan Sjamsuridzal 2006). Sementara itu, nilai kecernaan serat kasar tertinggi pada ikan patin diperoleh pada perlakuan fermentasi eceng gondok menggunakan T. reesei tertinggi dengan nilai sebesar 83,55±3,83%, sedangkan nilai kecernaan serat kasar terendah diperoleh pada perlakuan kontrol sebesar 69,63±0,68%. Penurunan kadar serat kasar pada produk fermentasi tepung eceng gondok merupakan akibat adanya aktivitas enzim yang dihasilkan oleh kapang selama fermentasi (Mahmalia 2004). Kapang Trichoderma memproduksi enzim selulase sehingga dapat memecah selulosa (Fardiaz 1989). Fakta menunjukkan bahwa kandungan nutrisi dalam serat kasar rendah, namun keberadaannya dalam pakan mutlak diperlukan. Kandungan serat kasar dalam jumlah sedikit dapat meningkatkan gerak peristaltik usus, namun apabila jumlahnya berlebih maka menyebabkan proses penyerapan makanan menjadi tidak efisien (Guillame, et al. 1999 diacu dalam Indariyanti 2011). Untuk nilai kecernaan energi tertinggi diperoleh pada perlakuan A. niger dan T. reesei sebesar 74,49±0,34% dan 74,40±0,78%, sedangkan nilai kecernaan energi terendah diperoleh pada perlakuan R. oligosporus 71,46±0,97%. Energi bukan suatu bentuk nutrien melainkan bagian dari nutrien-nutrien yang dilipaskan selama oksidasi metabolik protein, karbohidrat dan lemak (Webster dan Lim 2002). Energi sangat diperlukan ikan untuk mengaktivasi proses metabolisme, aktifitas fisik (berenang dan reproduksi), mencerna suatu makanan, ekskresi dan osmoregulasi. Energi yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut berasal dari pakan yang dikonsumsi (Lovell 1989). Hasil nilai kecernaan total ikan patin pada kontrol dan Trichoderma reesei memperoleh hasil tertinggi yaitu 67,50±0,40% dan 67,37±0,44%, sedangkan hasil terendah terdapat pada perlakuan R. oligosporus sebesar 61,51±0,68%. Kemampuan cerna terhadap suatu jenis pakan bergantung pada kuantitas dan kualitas pakan, jenis bahan pakan, kandungan gizi pakan, jenis serta aktivitas enzim-enzim pencernaan pada sistem pencernaan ikan, ukuran dan umur ikan serta sifat fisik dan kimia perairan (NRC 1993). Setelah proses pencernaan berlangsung, proses berikutnya adalah nutrien tersebut akan diabsorsi atau diserap oleh tubuh ikan (Putra 2010). Berdasarkan hasil penelitian terhadap parameter uji kecernaan protein, kecernaan lemak, kecernaan energi dan kecernaan total yang menunjukan rasio terbaik pada semua parameter yaitu perlakuan eceng gondok terfermentasi oleh kapang Trichoderma reesei. Kata kunci : Eceng gondok, Kapang, Ikan patin
Uncontrolled Keywords: Water hyacinth, Mould, Pangasius hypophthalmus. Eceng gondok, Kapang, Ikan patin
Subjects: S Agriculture > SH Aquaculture. Fisheries. Angling
Divisions: 04-Fakultas Pertanian
04-Fakultas Pertanian > 54244-Program Studi Ilmu Perikanan
Depositing User: Perpustakaan Pusat
Date Deposited: 27 Oct 2021 06:41
Last Modified: 27 Oct 2021 06:41
URI: http://eprints.untirta.ac.id/id/eprint/3887

Actions (login required)

View Item View Item