Okta Rianti, Tari (2023) ISBAT NIKAH SIRI DALAM PERKAWINAN KEDUA TANPA PERSETUJUAN ISTRI PERTAMA DAN TANPA IZIN PENGADILAN DI TINJAU DARI UU NO 16 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN UU NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN JUNTO PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR KMA/032/SK/2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS DAN ADMINISTRASI PENGADILAN. S1 thesis, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Text
Tari Okta Rianti_1111170057_05.pdf Restricted to Registered users only Download (193kB) |
|
Text
Tari Okta Rianti_1111170057_03.pdf Restricted to Registered users only Download (331kB) |
|
Text
Tari Okta Rianti_1111170057_04.pdf Restricted to Registered users only Download (389kB) |
|
Text
Tari Okta Rianti_1111170057_02.pdf Restricted to Registered users only Download (528kB) |
|
Text
Tari Okta Rianti_1111170057_Ref.pdf Restricted to Registered users only Download (498kB) |
|
Text
Tari Okta Rianti_1111170057_Lamp.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) |
|
Text
Tari Okta Rianti_1111170057_Fulltext.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) |
|
Text
Tari Okta Rianti_1111170057_01.pdf Restricted to Registered users only Download (734kB) |
Abstract
Siri marriage is always identified with marriage that has fulfilled the pillars and conditions set out in Islam based on Islamic marriage law without official registration from the designated agency as stipulated in the statutory regulations. Siri marriage does not have legal aspects because in Law No. 1 year 1974 concerning marriage in article 2 paragraph (2). The issue of Siri Marriage can be detrimental to women and children who are born due to marriages that are not administratively registered so that they are not recognized by the state. In connection with the registration of marriages, it was found that there was noncompliance. Therefore, a marriage certificate is needed to determine the legitimacy of a marriage that has not been recorded at the Office of Religious Affairs (KUA). Meanwhile, an isbat aims to obtain legal certainty in the marriage. In terms of marriage, it means a legal husband and wife bond that gives rise to legal consequences and rights and obligations for husband and wife in marriage. This study aims to analyze the decision of the second siri marriage isbat case without the consent of the first wife and without the court's permission in a review of Law No. 16 of 2019 concerning amendments to Law No. 1 of 1974 concerning junto marriages of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number KMA/032/SK/2006 concerning guidelines for the implementation of tasks and costs. In the decision of the Banjar Baru Religious Court No. 180/pdt.p/2020/PA.bjb in this case it was decided that the lawsuit for marriage reconciliation which was borne by the plaintiff was not accepted by the judge. In this decision the judge considered that one of the principles contained in Law No. 1 of 1974 concerning marriage was the principle of monogamy where the plaintiff has more than one wife and the plaintiff cannot present his first wife as a witness in court.
Item Type: | Thesis (S1) | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Contributors: |
|
|||||||||
Additional Information: | Pernikahan siri selalu diidentikan dengan pernikahan yang telah memenuhi rukun dan syarat yang telah ditetapkan dalam islam berdasarkan hukum perkawinan islam tanpa adanya pencatatan resmi dari instansi yang berwenang sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan pernikahan siri tidak memiliki aspek legalitas karna dalam Undang-Undang No 1 tahun 1974 tetang perkawinan pada pasal 2 ayat (2). Persoalan Nikah Siri ini dapat merugikan bagi perempuan dan anak yang dilahirkan karena perkawinan yang tidak tercatat secara administrasi sehingga tidak diakui oleh negara. Berkaitan dengan pencatatan perkawinan, ditemukan fakta adanya ketidak patuhan Maka dari itu di perlukannya isbat nikah untuk menetapkan sahnya suatu perkawinan yang belum tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) adapun isbat nikah bertujuan untuk mendapatkan kepastian hukum dalam pernikahannya. Dalam istilah nikah berarti ikatan suami istri yang sah yang menimbulkan akibat hukum dan hak serta kewajiban bagi suami isteri dalam perkawinan. penelitian ini bertujuan untuk menganalisis putusan perkara isbat nikah siri kedua tanpa persetujuan istri pertama dan tanpa izin pengadilan di tinjau dari UU No 16 Tahun 2019 tentang perubahan UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan junto putusan Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/2006 Tentang pedoman pelaksanaan tugas dan administrasi pengadilan. Dalam putusan Pengadilan Agama Banjar Baru No 180/pdt.p/2020/PA.bjb di dalam perkara tersebut di putuskan bahwa gugatan isbat nikah yang di ajukan oleh penggugat tidak di terima oleh hakim. Dalam putusan tersebut hakim menimbang, bahwa salah satu azas yang terkandung dalam UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan adalah azas monogami dimana penggugat meliliki istri lebih dari satu dan penggugat tidak dapat menghadirkan istri pertama sebagai saksi di dalam persidangan | |||||||||
Uncontrolled Keywords: | Siri Marriage, Marriage Isbat, Legal Certainty Nikah Siri, Isbat Nikah,Pencatatan Perkawinan | |||||||||
Subjects: | K Law > K Law (General) | |||||||||
Divisions: | 01-Fakultas Hukum 01-Fakultas Hukum > 74201-Program Studi Ilmu Hukum |
|||||||||
Depositing User: | Tari Okta Rianti | |||||||||
Date Deposited: | 10 Jun 2024 11:13 | |||||||||
Last Modified: | 10 Jun 2024 11:13 | |||||||||
URI: | http://eprints.untirta.ac.id/id/eprint/35738 |
Actions (login required)
View Item |