PERMADI, SATRIO (2023) TINJAUAN HUKUM TERHADAP FORCE MAJEURE (PANDEMI COVID-19) SEBAGAI ALASAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG PADA PEMBUKTIAN SEDERHANA (Studi Putusan Perkara Nomor 46/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst.). S1 thesis, UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA.
Text
Pengesahan Dan Persetujuan.pdf Restricted to Registered users only Download (694kB) |
|
Text
Lembar Keaslian.pdf Restricted to Registered users only Download (288kB) |
|
Text
Satrio permadi_1111180011_Fulltext.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) |
|
Text
Satrio Permadi_1111180011_02.pdf Restricted to Registered users only Download (321kB) |
|
Text
Satrio Permadi_1111180011_03.pdf Restricted to Registered users only Download (177kB) |
|
Text
Satrio Permadi_1111180011_04.pdf Restricted to Registered users only Download (392kB) |
|
Text
Satrio Permadi1111180011_05.pdf Restricted to Registered users only Download (195kB) |
|
Text
Satrio Permadi_1111180011_Ref.pdf Restricted to Registered users only Download (212kB) |
|
Text
Satrio Permadi_1111180011_Lamp.pdf Restricted to Registered users only Download (430kB) |
|
Text
Satrio Permadi_1111180011_01.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) |
Abstract
FORCE MAJEURE'S (COVID-19) LEGAL REVIEW AS THE REASON FOR THE REQUEST FOR A DELAY IN DEBT REPAYMENT OBLIGATIONS BE PROVED SIMPLY (CASE STUDY VERDICT NUMBER: 46/Pdt.Sus�PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst.) SATRIO PERMADI 1111180011 ABSTRACT The Covid-19 pandemic that occurred in Indonesia and even throughout the country, caused paralysis of economic activity so that many companies had to close due to losses. In addition to the reason for the contract default, Presidential Decree (Keppres) No. 12 of 2020 concerning the Determination of Non-Natural Disasters for the Spread of Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) emerged as the legal basis for Force Majeure. The term "force majeure" in relation to an engagement or contract is not specifically formulated in the Civil Code. The concept of a state of coercion or Force Majeure in the Civil Code is found in Article 1244 and Article 1245 of the Civil Code. In these two articles it is stated that Debtors who cannot fulfill their achievements due to coercive circumstances cannot be asked for compensation because the debtor is not responsible for the occurrence of such coercive circumstances. . An action which is essentially against the law, loses its unlawful nature, when the perpetrator has acted under the influence of Force Majeure. The identification of the problem in this research is how is the Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pandemic included in the elements of a state of coercion (Force Majeure) and whether the judges' considerations in terms of proof are not simple against the case decision number: 46/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst. can be justified according to Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations. The theory used is the theory of justice and the theory of legal certainty. The method used is normative legal research, namely research on written and unwritten legal rules using library research. The results of the study conclude that the Covid-19 Pandemic can be used as a reason for force majeure for not carrying out an achievement as can be qualified in the agreement or if the law has determined that the event includes absolute or relative force majeure qualifications. is still relatively unclear. Ironically, in practice, judges often reject bankruptcy applications on the grounds that they do not fulfill simple evidence. Or even if the judge of the Commercial Court stated that it had been proven simply, the Supreme Court stated otherwise. Keywords: Covid-19 Pandemic, Force Majeure, Proved Simply, postponement of debt payment obligations.
Item Type: | Thesis (S1) | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Contributors: |
|
|||||||||
Additional Information: | TINJAUAN HUKUM TERHADAP FORCE MAJEURE (PANDEMI COVID�19) SEBAGAI ALASAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG PADA PEMBUKTIAN SEDERHANA (Studi Putusan Perkara Nomor 46/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst.) SATRIO PERMADI 1111180011 ABSTRAK Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia dan bahkan diseluruh negara, menimbulkan kelumpuhan aktifitas ekonomi sehingga banyak perusahaan yang harus tutup karena mengalami kerugian. Ditambah dalam hal alasan wanprestasi pada kontrak, muncul Keputusan Presiden (Keppres) No.12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai alasan dasar hukum Force Majeure. Istilah keadaan memaksa atau Force Majeure dalam kaitannya dengan suatu perikatan atau kontrak tidak ditemui rumusannya secara khusus dalam kitab undang-undang hukum perdata. Konsep keadaan memaksa atau Force Majeure dalam kitab undang-undang hukum perdata ditemukan dalam Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUHPerdata Dalam dua pasal tersebut disebutkan bahwa Debitur yang tidak dapat memenuhi prestasi karena keadaan memaksa tidak dapat dimintakan ganti rugi karena debitur tidak bertanggungjawab atas terjadinya keadaan memaksa tersebut. Sebuah tindakan yang pada hakekatnya adalah bertentangan dengan hukum, kehilangan sifat bertentangan dengan hukumnya, bilamana si pelaku telah bertindak di bawah pengaruh dari Force Majeure. Identifikasi masalah penelitian ini yaitu bagaimana Apakah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) termasuk ke dalam unsur-unsur keadaan memaksa (Force Majeure) dan apakah pertimbangan majelis hakim dalam hal pembuktian tidak sederhana terhadap putusan perkara nomor: 46/Pdt.Sus�PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst. dapat dibenarkan menurut Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Teori yang digunakan yaitu teori keadilan dan teori kepastian hukum. Metode yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif, yaitu penelitian terhadap aturan-aturan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis dengan menggunakan penelitian kepustakaan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Pandemi Covid-19 dapat dijadikan alasan adanya force majeure untuk tidak terlaksananya suatu prestasi sebagaimana dapat dikualifikasikan dalam perjanjian atau jika dalam Undang�undang telah menentukan bahwa peristiwa tersebut termasuk kualifikasi force majeure yang absolut atau relatif, Arti dan batasan dari pembuktian sederhana masih relatif belum jelas. Ironisnya, dalam praktik, hakim sering kali menolak permohonan kepailitan dengan alasan tidak memenuhi pembuktian sederhana. Atau kalaupun hakim Pengadilan Niaga menyatakan telah terbukti secara sederhana, tetapi Mahkamah Agung menyatakan sebaliknya. Kata Kunci: Covid-19, Force Majeure, Pembuktian Sederhana, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang | |||||||||
Subjects: | K Law > K Law (General) K Law > KZ Law of Nations |
|||||||||
Divisions: | 01-Fakultas Hukum 01-Fakultas Hukum > 74201-Program Studi Ilmu Hukum |
|||||||||
Depositing User: | Mr Satrio Permadi | |||||||||
Date Deposited: | 03 Jan 2023 10:36 | |||||||||
Last Modified: | 03 Jan 2023 10:36 | |||||||||
URI: | http://eprints.untirta.ac.id/id/eprint/19436 |
Actions (login required)
View Item |