MARTADINATA, ARYUS (2018) TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP STATUS BARANG SITAAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN TERDAKWA YANG MENGALAMI DIMENSIA DIHUBUNGKAN DENGAN KETENTUAN ASET TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UNITED NATION CONVENTION AGAINTS CORUPTION (UNCAC) 2003. Master thesis, UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA.
Text
TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP STATUS BARANG SITAAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN TERDAKWA YANG MENGALAMI DIMENSIA DIHUBUNGKAN DENGAN KETENTUAN ASET TINDAK PIDANA KORUPSI.pdf - Published Version Restricted to Registered users only Download (1MB) |
Abstract
Aryus Martadinata, 7773160065, Criminal Law Review of the status of Confiscated goods in Corruption of Dementia Defendants Related to Provisions of Assets of Corruption in the United Nation Convention(UNCAC) 2003, Serang, Thesis, Post Graduate Law Study Program, Sultan Ageng Tirtayasa, 2018 Corruption is a violation of the social and economic rights of the community, which can be classified as extra-ordinary crimes. Therefore, eradication of these actions must also be carried out with extra-ordinary enforcement. In practice, the obstacle found was the existence of unacceptable prosecution caused by the defendant experiencing dementia. This resulted in the cessation of the prosecution process in court which resulted in legal uncertainty regarding the status of the evidence seized. Therefore, the public prosecutor cannot carry out the execution of the evidence before a judge's decision is legally binding. This study aims to determine the status of confiscated goods in criminal acts of corruption with defendants who experience dementia, and procedures for returning state losses in criminal acts of corruption whose case was decided by a ruling which read "unacceptable prosecution" in relation to United nation Conventions Against Corruption UNCAC) 2003 and the authority of state prosecutors. this type of research is normative juridical through a law approach. The data source used is secondary data consisting of primary, secondary and tertiary legal materials with library research techniques, and analyzed quantitatively. the accused who in his prosecution cannot be accepted on the grounds that he is permanently ill does not abolish the right to claim harm to state finances, as Article 32 paragraph (2) of the Corruption Law. in order to obtain legal certainty regarding the status of confiscated goods from the proceeds of criminal acts of corruption, there must be an affirmation or provision from the court of evidence as being confiscated for the interest of the state based on the provisions of Article 194 paragraph (1) of the Criminal Procedure Code.Management of evidence of the results of criminal acts of corruption must be carried out in accordance with the provisions of Article 44 and 45 of the Criminal Procedure Code. The return of state losses in criminal acts of corruption, with defendants in dementia related to the provisions of the UNCAC 2003, is a form of seizure of assets by using a civil claim mechanism. the UNCAC 2003 provisions which regulate tracing, abduction, and seizure of results and instruments of criminal acts of corruption, are carried out through the mechanism of seizure of assets without punishment using the Non-Conviction Based (NCB) Asset Forfeiture instrument with the Statutory forfeiture model, namely a civil claim the role of the State Attorney. Keywords: Corruption, Defendant Dementia, UNCAC 2003
Item Type: | Thesis (Master) | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Contributors: |
|
|||||||||
Additional Information: | AryusMartadinata, 7773160065, Tinjauan Hukum Pidana Terhadap Status Barang Sitaan Dalam Tindak Pidana Korupsi Dengan Terdakwa Yang Mengalami Dimensia Dihubungkan Dengan Ketentuan Aset Tindak Pidana Korupsi Dalam United Nation Convention AgaintsCoruption(UNCAC) 2003, Serang, Tesis, Program, Studi Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2018 Tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi dapat digolongkan sebagai extra-ordinary crimes .Oleh sebab itu pemberantasannya juga harus dilakukan dengan extra-ordinary enforcement.Dalam praktek, kendala yang ditemukan adalahadanya penuntutan yang tidak dapat diterima karena terdakwa mengalami dimensia sehingga proses pemidanaan di pengadilan terhenti yang mengakibatkan ketidakpastian hukum terhadap status barang bukti yang berhasil disita, karena pada akhirnya JPU tidak dapa tmelaksanakan eksekusi terhadap barangbukti tersebut sebelum ada putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap (incracht). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status barang sitaan dalam tindak pidana korupsi dengan terdakwa yang mengalami dimensia, dan prosedur pengembalian kerugian negara dalam tindak pidana korupsi yang perkaranya diputus dengan amar putusannya berbunyi “penuntutan tidak dapat diterima” dihubungkan dengan United Nation Convention Againts Corruption (UNCAC) 2003dan kewenangan Jaksa Pengacara Negara.Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif melalui pendekatan undang- undang.Sumber data yang dipergunakan data sekunder yang terdiridari bahan hukum primer,sekunder dan tertier dengan teknik penelitian kepustakaan dan dianalisis secara kualitatif. Terdakwa yang dalam penuntutannya tidak dapat diterima dengan alasan sakit permanen tidak menghapuskan hak untuk menuntut kerugian terhadap keuangan negara, sebagaimana ketentuan Pasal 32 ayat (2) UU Tipikor. Untuk mendapat kepastian hukum terhadap status barang sitaan dari hasil tindak pidana korupsi harus ditegaskan atau ditetapkan oleh pengadilan sebagai barang bukti yang dirampas untuk kepentingan negara yang berpedoman pada ketentuan Pasal 194 ayat (1) KUHAP.Pengelolaan barang bukti hasil tindak pidana korupsi dapat dilakukan sesuai ketentuanPasal 44 dan 45 KUHAP.Dan, pengembalian kerugian negara dalam tindak pidana korupsi dengan terdakwa dimensia dihubungkan dengan ketentuan UNCAC 2003 adalah terkait perampasan aset dengan menggunakan mekanisme gugatan secara perdata. Ketentuan UNCAC 2003 adalah mengatur tentang penelusuran, penyitaan dan perampasan hasil dan instrumen tindak pidana korupsi yang dilakukan dengan menggunakan mekanisme perampasan aset tanpa pemidanaan melalui instrumen Non-Conviction Based (NCB) Asset Forfeiture dengan model statutory forfeiture, yaitu upaya gugatan secara perdata melalui peran Jaksa Pengacara Negara (JPN). Kata Kunci :Korupsi, TerdakwaDimensia, Uncac 2003. | |||||||||
Uncontrolled Keywords: | KORUPSI, TERDAKWA DIMENSIA | |||||||||
Subjects: | K Law > K Law (General) | |||||||||
Divisions: | 08-Pascasarjana 08-Pascasarjana > 74101-Magister Ilmu Hukum |
|||||||||
Depositing User: | Perpustakaan Pusat | |||||||||
Date Deposited: | 21 Sep 2021 05:15 | |||||||||
Last Modified: | 21 Sep 2021 06:47 | |||||||||
URI: | http://eprints.untirta.ac.id/id/eprint/1615 |
Actions (login required)
View Item |